Buku Menjerat Akal; Meramu Turats Menjadi Bacaan Berkualitas
NGAJIKUY.ID - Kitab klasik adalah ruh setiap dayah (pesantren) meskipun segelintir orang menganggapnya tak lagi relevan dikaji zaman ini. Pembahasannya dipandang terbatas pada yang tertulis secara teks tanpa ada relevansinya dengan kebutuhan zaman modern untuk menjawab berbagai problematika aktual yang makin kompleks.
Label primitif dan tuduhan taqlid buta, jumud dan lainnya sering disuarakan pada kalangan dayah yang masih setia mempelajari pola pikir ulama terdahulu melalui kitab-kitab klasik. Kata mereka, pendidikan sekolah dengan buku-buku pengetahuan modern untuk menjadi intelek lebih berguna bagi masyarakat dan masa depan.
Saya katakan bahwa klaim ini ada benarnya bagi mereka yang tak mengenal hakikat kerang. Kerang berisi mutiara meskipun penampakan luar hanyalah cangkang keras yang tidak bernilai sama sekali. Namun, bagi mereka yang mengetahui hakikatnya, mereka mampu melihat mutiara yang tersimpan dalam cangkang itu, tentu ia akan berupaya meraihnya dan rela menyelam ke dasar laut yang dalam. Bersebab tidak semua orang memiliki kesediaan dan keterampilan terhadap hal itu maka tentu tidak semua orang mampu mengakses mutiara tersebut dan memaklumi nilainya.
Kompetensi membaca kitab klasik adalah kemampuan ekslusif santri untuk mengakses ilmu Islam murni melalui literatur Arab. Tak hanya berbekal disiplin sintaksis dan morfologi, berbagai cabang disiplin ilmu bahasa Arab lainnya dan penguasaan leksikal perlu diaplikasikan untuk memahami pembahasan yang termuat di dalamnya.
Menjadi santri produktif tidak sekedar mampu membaca dan menjelaskan kitab klasik di ruang pengajian saja. Lebih dari itu mampu mentransformasikan berbagai pembahasan yang termuat dalam turats untuk menjadi bacaan yang lebih ringan dan mudah dipahami khalayak umum.
Oleh karena itu, kemampuan menangkap realita dari problematika yang dihadapi umat serta mampu menganalisisnya dan memberikan berbagai solusi merupakan sebuah dedikasi terbaik yang dinanti-nanti negeri dari seorang santri. Dalam mewujudkan hal ini, tentunya seorang santri diharapkan tidak hanya mumpuni dalam membaca kitab, namun juga ikut bergelut di bidang literasi demi membuktikan santri mampu berkonstribusi, bestari juga berdikari.
Nah, seorang santri dayah bernama Jazuli Abubakar berhasil membuktikan diri sebagai santri sejati melalui dedikasi terbaiknya bagi umat. Ia berupaya meramu pembahasan urgen yang terdapat dalam turats menjadi bacaan berkualitas dan engga kaleng-kaleng.
Menurut amatan sederhana saya, berbagai tema yang diangkat dalam pembahasan bukunya adalah tema-tema yang berkaitan erat dengan realitas hidup dan tentunya sangat dibutuhkan umat dewasa ini. Sesuai dengan judulnya “Menjerat Akal,” Jazuli mencoba menangkap isu-isu pemikiran yang beredar di kalangan masyarakat dan mengaitkannya dengan berbagai konsep dan teori ulama terdahulu yang termaktub dalam turats.
Tak hanya isu pemikiran, berbagai problematika sehari-hari yang jawabannya membutuhkan kedudukan akal untuk bisa diterima kebenarannya pun telah berhasil dibahas oleh Jazuli melalui bahasa yang sederhana dan mudah dipahami oleh masyarakat.
Di tengah merebaknya kaum-kaum yang memuja dan menuhankan akal demi mencari sebuah kebenaran, buku ini mencoba menyetarakan kedudukan akal dengan wahyu. Jazuli mencoba membangun hubungan yang harmonis antara akal dan nash sehingga tidak seperti sikap kaum yang jumud dengan mencampakkan akal dan hanya mengendalikan nash, atau kaum fisuf yang terlalu mendewakan akal dan memilih memuseumkan nash.
Oleh karena itu, kehadiran buku Menjerat Akal karya sosok santri yang bernama Jazuli ini harus diapresiasi. Saya juga berharap kepada berbagai santri di segala penjuru Aceh supaya ke depannya terus melahirkan karya-karya terbaik dalam literasi, dengan tujuan agar santri dapat menjadi jembatan bagi umat yang mempunyai keterbatasan dalam mengakses mutiara-mutiara yang termaktub dalam berbagai kitab klasik itu.
Penulis: Sarah Ulfah
Editor: Muhammad Abrar
Diskusi